jump to navigation

Aceh Antara Hukuman Cambuk dan HAM Februari 19, 2010

Posted by ummahonline in Kolum, Nanggroe Aceh.
Tags: , , , ,
add a comment

baiturrahman-mosque-in-aceh-ina203Hak Azasi Manusia (HAM) yang dalam bahasa Inggeris disebut Human Rights akhir-akhir ini sudah dijadikan raja oleh sebahagian manusia di dunia raya ini. Padahal ia tidak lebih dari sebuah aturan yang disusun oleh manusia yang diciptakan Allah dan memiliki banyak kelemahan. Sementara Hukuman Cambuk merupakan komponen resmi dan penting dari Hukum Jinayah (Pidana Islam) yang elemen-elemennya langsung datang dari Allah selaku pencipta para penyusun HAM.

Selama ini di Aceh banyak orang yang menantang pelaksanaan hukuman cambuk sebagai salah satu dimensi dari Hukum Islam. Alasan mereka selalu dikaitkan dengan pelanggaran HAM. Mencambuk orang yang melanggar syari’at Islam adalah melanggar HAM, paling tidak demikianlah ucapan gamblang mereka. Tetapi mereka tidak perna menguraikan bagaimana tatacara pelaksanaan Hukum Islam yang penuh kemuslihatan itu. Mereka tidak pernah mengkajinya dengan kajian ilmiah dan objektif, yang ada adalah pemahaman terhadap ketentuan-ketentuan HAM itu sendiri baik yang tertera dalam Deklarasi Umum HAK Azasi Manusia (DUHAM) yang dalam Bahasa Inggeris didebut The Universal Declaration of Human Rights, atau HAM Indonesia atau Konvensi Hak-hak Sipil dan Politik dan Undang-Undang No 12/2005 dan sebagainya.

Dengan gambaran seperti di atas, maka tidak dapat dengan serta merta seseorang itu menyimpulkan bahwa Hukuman Cambuk melanggar HAM. Apa lagi kalau kebanyakan yang mengatakan demikian sudah menjadi agen pihak tertentu yang menutup mata terhadap kemuslihatan Hukum Islam dan keadilan hukuman cambuk. Dari segi usia antara HAM atau DUHAM dengan hukuman cambuk jauh sekali lebih tua hukuman cambuk, HAM itu muncul lebih kurang 600 tahun setelah lahirnya Hukuman Cambuk. Dari segi pencipta juga tidak dapat disetarakan sama sekali karena hukuman cambuk milik dan ciptaan Allah sementara HAM buatan manusia yang manusia itu sendiri diciptakan, dihidupkan, dinafkahi, disejahterakan dan diberikan rezeki oleh Allah SWT.

Mengikut sejarah kelahiran dan perkembangan HAM di Eropa, ia berasal dari dokumen Magna Charta yang membatasi hak-hak raja yang sebelumnya membuat hukum untuk rakyat saja dan tidak berlaku untuk si raja. Lalu dari konsep inilah HAM itu dikembangkan oleh mereka sampai ke seluruh duia, si mereka itu bukan muslim dan bukan sekedar tidak tahu hukum Islam tetapi membencikan Syari’at Islam. Kalau begini latarbelakangnya maka bagaimana mungkin ummat Islam Aceh hari ini berani menyimpulkan hukuman cambuk melanggar HAM? Sungguh mustahil. Yang patut disimpulkan dari huraian ini adalah semua pihak harus belajar untuk memahami objektif dan rasionalnya hukuman cambuk.

Yang menjadi lucu lagi adalah; setiap ada wilayah yang dihuni oleh muslim selalu dihambat berlakunya Hukum Islam oleh musuh-musuh Islam yang memperalat sebahagian muslim itu sendiri. Dahulu mereka menghancurkan Afghanistan karena muslim di sana ingin menjalankan Hukum Islam, mereka juga menghancurkan para pejuang FIS (Front Islamic Salvation) di Aljazair sehingga banyak yang dibunuh dan ditahan karena para pejuang FIS ingin menegakkan Hukum Islam. Mereka juga mengacaukan suasana politik di Sudan, Iran, Pakistan, hatta sampai ke Indonesia karena persoalan yang serupa.

Hukuman cambuk itu dilaksanakan dalam pidana Islam sebagai balasan bagi pelanggar Hukum Allah dengan tujua untuk menjerakan pelanggar syari’ah dan memberi pelajaran kepada orang lain yang belum melanggarnya agar mereka tunduk dan patuh kepada Allah sang Khaliq dan Maha Raja dari segala raja-raja yang ada. Artinya, itu merupakan salah satu hukum atau undang-undang atau peraturan baku yang positif, objektif dan logis bagi seluruh ummat manusia yang berpikir waras dan baik. Sementara HAM itu wujud 600 tahun setelah lahirnya Hukum Islam yang diprakarsai oleh non muslim dan baik secara langsung atau tidak langsung berupaya dengan berbagai cara untuk menghancurkan Hukum Islam atau melemahkan Hukum Islam atau menghinakan Hukum Islam. Lihatlah kasus penghancuran Afghanistan, Iraq dan pembunuhan tokoh-tokoh muslim yang membela Islam seperti Ismail Razi Al-Faruqi bersama keluarganya, pemboman pesawat yang ditumpangi Zia ul Haq di Pakistan, pembunuhan Ahmad Yasin dan Abu Jihad di Palestina, pembunuhan Nasruddin Daud, Safwan Idris di Aceh dan lain sebagainya.

Semua itu memberi bukti kepada semua pihak bahwa hukuman cambuk sama sekali tidak kejam dan tidak melanggar HAM melainkan pegiat HAM itu sendiri yang tidak faham Hukum Islam secara total dan berniat jahat untuk menghancurkan Hukum Islam. Hukuman cambuk diwajibkan oleh Allah kepada ummat manusia khasnya muslim penuh dengan perhitungan dan kearifan sehingga hukuman cambuk yang ada dalam bingkai hudud berbeda dengan yang adalam dalam bingkai ta’zir. Dalam hudud cambuk diberlakukan kepada pezina ghairu muhshan (yang belum menikah) sebanyak 100 kali, qazaf (menuduh orang lain berzina tanpa cukup saksi sebanyak 80 kali, dan peminum khamar (syurb) aebanyak 40 (80) kali. Sementara dalam bingkai ta’zir terserah kepada qadhi (hakim) dalam konteks apa kesalahan yang dilakukan seorang pesalah sehingga hukuman cambuk berhak baginya serta berapa banyak jumlahnya.

Zina, minum arak dan menuduh orang lain berzina tanpa cukup saksi merupakan perbuatan keji dan jahat. Karena itu ketika hukuman cambuk diberikan kepada pelakunya tidaklah berlebihan dan tidaklah melanggar HAM bagi orang yang berpikiran dan objektif dalam berpikir. Hanya orang-orang yang mengedepankan hawa nafsu sajalah yang menuduh hukum cambuk melanggar HAM serta tidak berpri kemanusiaan. Kalau kita mau bertanya balik; apakah pelaku zina yang keji dan kotor seperti hayawan, penuduh orang lain berzina yang dhalim, kejam dan jahannam serta peminum arak yang serupa dengan syaithan itu punya prikemanusiaan? Bagi orang waras akan menjawab tidak.

Oleh karenanya kesimpulan kita adalah Hukuman Cambuk sama sekali tidak melanggar HAM dan tidak akan melanggar HAM kalau eksekutor menjalankannya mengikuti ketentuan Allah SWT dan Rasul-Nya SAW. Sebaliknya, malah HAM itu sendiri yang selama ini menjajah Hukum Islam khususnya hukuman cambuk. Pegiat HAM di seluruh penjuru dunia harus belajar Hukum Islam dan belajar rasionalisasi Hukum Islam agar tidak berprasangka jahat terhadap Hukum Allah ini. Jangan mengedepankan Hak Azasi Manusia hanya dalam batas-batas yang menguntungkan mereka saja dengan berupaya menghambat berjalannya Hukum Islam di negara dan wilayah mayoritas muslim seperti di Aceh. Itu tidak berhak sama sekali, semua manusia bebas beragama adalah salah satu ketentuan HAM, karena sudah bebas beragama maka bebas pula bagi mereka untuk menjalankan ketentuan agamanya. Hukuman cambuk merupakan salah satu ketentuan agama Islam yang wajib dilaksanakan oleh semua muslim di seluruh alam. Karenanya tidak berhak pihak lain dengan mengatasnamakan HAM menghambat, melarang dan mencemooh berlakunya Hukuman Cambuk di Aceh karena itu dibenarkan oleh ketentuan HAM dunia berkenaan dengan kebebasan beragama.

Prihal yang sama juga berlaku kepada penganut agama Kristen di negeri Batak dan Roma, penganut agama Yahudi di Yeruzalem dan Palestina, penganut agama Hindu-Budha di Bali dan Thailand. Mereka berhak menjalankan ketentuan agamanya dengan bebas asalkan tidak mengganggu agama lain karena itu bahagian dari ketentuan HAM internasional. Untuk itu semua jangan berkedok HAM untuk menghancurkan Hukum Islam, kalau itu yang dilakukan maka ummat Islam boleh menyimpulkan HAM yang menjajah hukuman cambuk dan bukan hukuman cambuk yang melanggar HAM. Wallahu a’lam.

Hasanuddin Yusuf Adan, MCL., MA pula merupakan Ketua Umum Dewan Dakwah Islamiyah Nanggroe Aceh Darussalam dan Dosen Fakultas Syari’ah IAIN Ar-Raniry.